LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN CHF
DI RUANG C3 PENYAKIT DALAM RSUP Dr.
KARIADI SEMARANG
A.
KONSEP
TEORI
1.
DEFINISI
Gagal jantung
kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. Penamaan
gagal jantung kongestif yang sering digunakan
kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001).
Gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien. (Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley,
2000)
Suatu keadaan patofisiologi
adanya kelainan fungsi
jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald).
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan, CHF atau congestif heart failure adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah guna memenuhi kebutuhan jaringan
terhadap oksigen dan nutrien, sehingga metabolism terganggu.
2. KLASIFIKASI
Ada empat kategori utama yang
diklasifikasikan menurut (Udjianti Wajan
Juni, 2011), yaitu sebagai berikut :
a. Backward versus forward failure
Backward
failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa volume darah
keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan tekanan dalam
ventrikel, atrium dan sistem vena balik untuk jantung sisi kanan maupun jantung
sisi kiri.
Tabel
2.1 : Manifestasi
Klinis Pada Backward Failure
Kegagalan Ventrikel Kiri
|
Kegagalan Ventrikel Kanan
|
1.
Peningkatan
volume dan tekanan dalam ventrikel kiri dan atrium kiri (preload)
2.
Edema
paru
|
1.
Peningkatan
volume dalam vena sirkulasi
2.
Peningkatan
tekanan atrium kanan (preload)
3.
Hepatomegali
dan splenomegali
4.
Edema
perifer dependen
|
Forward
failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung, yang
kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung merupakan sistem tertutup,
maka backward failure dan forward failure selalu berhubungan satu sama lain.
Tabel
2.2 : Manifestasi
Klinis Pada Forward Failure
Kegagalan Ventrikel Kiri
|
Kegagalan Ventrikel Kanan
|
1. Penurunan curah jantung
2. Penurunan perfusi jaringan
3. Peningkatan sekresi hormone renin,
aldosteron dan ADH
4. Peningkatan retensi garam dan air
5. Peningkatan volume cairan
ekstraseluler
|
1. Peningkatan volume darah
2. Penurunan volume darah ke paru
|
b.
Low-output versus high-output syndrome
Low output syndrome terjadi bilamana
jantung gagal sebagai pompa, yang mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan
vasokontriksi perifer. Bila curah jantung tetap normal atau di atas normal
namun kebutuhan metabolik tubuh tidak mencukupi, maka high-output syndrome
terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik,
seperti tampak pada hipertiroidisme, demam dan kehamilan atau mungkin dipicu
oleh kondisi hiperkinetik seperti fistula arteriovenous, beri-beri atau
penyakit paget’s.
c.
Kegagalan akut versus kronik
Manifestasi
klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada seberapa cepat
sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark
miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadiannya berlangsung demikian cepat di mana mekanisme
kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan
kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).
Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan
biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan mekanisme
kompensasi yang efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat disebabkan oleh
hipertensi, penyakit katup, atau penyakit paru obstruksi kronis/ menahun.
d.
Kegagalan ventrikel kanan versus
ventrikel kiri
Kegagalan
ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua contoh kegagalan
jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi. Secara tipikal
disebabkan oleh penyakit hipertensi. Coronary Artery Disease (CAD), dan
penyakit katup jantung sisi kiri (mitral dan aorta). Kongesti pulmoner dan
edema paru biasanya merupakan
gejala segera (onset) dari gagal jantung kiri. Gagal jantung kanan sering
disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup trikuspidalis atau pulmonal.
Hipertensi pulmoner juga mendukung berkembangnya kegagalan jantung kanan,
peningkatan kongesti atau bendungan vena sistemik dan edema perifer.
Tabel 2.3 :
Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal Jantung Kiri
|
Gagal Jantung Kanan
|
1.
Volume
dan tekanan ventrikel kiri serta atrium kiri meningkat
2.
Volume
pulmonal meningkat
3.
Edema
paru
4.
Curah
jantung menurun sehingga perfusi jaringan menurun
5.
Darah
ke ginjal dan kelenjar menurun
6.
Letagri
dan diaphoresis
7.
Dispnea
/ orthopnea / PND
8.
Palpitasi
(berdebar-debar)
9.
Pernafasan
Cheyne-Stokes
10. Batuk (hemoptoe)
11. Ronkhi basah bagian basal paru
12. Terdengar BJ3 dan BJ4 / irama
Gallop’s
13. Oliguria atau anuria
14. Pulsus Alternans
|
1.
Volume
vena sistemik meningkat
2.
Volume
dalam organ / sel meningkat
3.
Hati
membesar
4.
Limpa
membesar
5.
Dependen
edema
6.
Hormon
retensi air dan Na+ meningkat sehingga reabsorbsi meningkat
7.
Volume
cairan ekstrasel meningkat
8.
Volume
darah total meningkat
9.
Edema
tungkai / tumit
10. Central Venous Pressure (CVP)
meningkat
11. Pulsasi vena jugularis
12. Bendungan vena jugularis / JVP
meningkat
13. Distensi abdomen, mual dan tidak
nafsu makan
14. Asites
15. Berat badan meningkat
16. Hepatomegali (lunak dan nyeri
tekan)
17. Splenomegali
18. Insomnia
|
Gagal jantung biasanya digolongkan
menurut derajat atau beratnya seperti klasifikasi
gagal jantung kongestif menurut New York
Heart Association (NYHA).
Tabel 2.4 Klasifikasi Gagal
Jantung Menurut NYHA
KELAS
|
DEFINISI
|
ISTILAH
|
I
|
Klien dengan
kelainan jantung tetapi tanpa pembatasan aktivitas fisik
|
Disfungsi
ventrikel kiri yang asimtomatik.
|
II
|
Klien dengan
kelainan jantung yang menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas fisik.
|
Gagal jantung
ringan.
|
III
|
Klien dengan
kelainan jantung yang menyebabkan banyak pembatasan ativita fisik.
|
Gagal jantung
sedang.
|
IV
|
Klien dengan
gagal jantung yang segala bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan keluhan.
|
Gagal jantung
berat.
|
3. ETIOLOGI
Gagal
jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya
mngakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung
d. Peradangan dan penyakit
myocardium degeneratif
Berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit
jantung yang sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan
aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif,
atau stenosis AV), peningkatan mendadak afteer load.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung.
Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia
dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalita elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
(Price, Sylvia A & Loraine M Wilson. 2006)
4.
MANIFESTASI
KLINIS
Menurut Arif Masjoer 2001
Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti gagal jantung
kanan dapat terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
tanda – tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan
bising akibat regurgitasi mitral. Tanda dominan
Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan
akibat tekanan arteri dan vena
meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
a. Gagal jantung kiri :
Kongesti paru
menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
1.
Dispnea
Terjadi akibat
penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas.Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami
ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
2.
Batuk
3.
Mudah lelah
Terjadi karena
curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolismeJuga terjadi karena meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
karena distress pernafasan dan batuk.
4.
Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi
akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
b. Gagal jantung kanan:
1.
Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2.
Edema ekstrimitas bawah (edema
dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
3.
Hepatomegali, nyeri
tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar.
4.
Anorexia dan mual
Terjadi
akibat pembesaran vena
dan statis vena dalam rongga
abdomen.
5.
Nokturia
6.
Kelemahan.
(Brunner & Suddarth, 2002)
5.
PATOFISIOLOGI
Kelainan intrinsic pada
kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung iskemik, mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume
residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel),
maka terjadi pula pengingkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP).
Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)
karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan
LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular paru-paru, meningkatkan
tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman
kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular, maka akan terjadi
transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan
melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intertisial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam
alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
Tekana arteria
paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan
edema.
Perkembangan
dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup
atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan
korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang. (Price,
Sylvia A & Loraine M Wilson. 2006)
6.
PATHWAYS
7. KOMPLIKASI
Menurut Patric Davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah
sebagai berikut :
a.
Efusi
pleura
Di hasilkan dari peningkatan tekanan
kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler
masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah
darah.
b.
Aritmia
Pasien dengan gagal jntung kongestif
mempunyai risiko untuk mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena
tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian mendadak.
c.
Trombus
ventrikuler kiri
Pada gagal jntung kongestif akut dan
kronik, pembesaran ventrikel kiri dan penurunan kardiac output beradaptasi
terhadap adanya pembentukan thrombus pada ventrikel kiri. Ketika thrombus
terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan lebih
jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat
disebabkan dari Cerebrivaskular accident (CVA).
d.
Syok
Kardiogenik
Merupakan
stadium akhir disfungsi ventrikel kiri / gagal jantung kongestif, terjadi bila
ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan
kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan perkusi jaringan
yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak,
ginjal). Derajat syok
sebanding dengan disfungsi
ventrikel kiri. Syok kardiogenik
biasanya sering terjadi pada tamponade jantung, emboli paru, kardiomiopati, dan disritmia.
e.
Episode
Tromboembolitik
Episode yang
tersering adalah emboli paru pasien meningkat aktivitasnya setelah mobilitas
lama, sebuah thrombus terlepas (thrombus yang terlepas dinamakan embolus) dan dapat terbawa ke otak, ginjal, usus, dan paru. Gejala emboli paru
meliputi nyeri dada, sianosis, nafas
pendek dan cepat, serta hemoptisis ( batuk berdarah). Emboli paru akan menyumbat sirkulasi ke bagian paru, menghasilkan daerah infark paru. Nyeri
bersifat pleuritik
artinya akan semakin nyeri saat bernafas dan menghilang saat pasien menahan
nafasnya.
f.
Effusi
Pericardial Dan Tamponade Jantung
Effusi pericardial mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung
pericardium. Secara normal
kantung pericardium berisi cairan sebanyak kurang dari 50 ml. Cairan
pericardium akan terakumilasi secara lambat tanpa menyebabkan gejala yang
nyata, perkembangan effusi yang cepat dapat meregangkan ukuran pericardium
sampai ukuran maksimal dan menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran
balik vena ke jantung. Hasil akhir ini adalah temponade jantung.
8.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
a. Elektrokardiogram
(EKG)
Hipertropi
atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi,
fibrilasi atrial.Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal
pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal
dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain
gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri,bundle branch
block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada
keduanyamenunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai
penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
b. Scan
jantung
Tindakan
penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .
c. Sonogram
(ekocardiogram, ekokardiogram doppler)
Dapat
menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup,
atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.Ekokardiografi merupakan
pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung.Ekokardiografi
dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung.
Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah
: semua pasien dengan tanda gagal jantung,susah bernafas yang berhubungan
dengan murmur,sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita
dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak
terkontrol,atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi
sistolik, fungsi diastolik,mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui
risiko emboli.
d. Kateterisasi
jantung
Tekanan
abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan
gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
e. Rongent
dada
Dapat
menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi
bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal. Pada pemeriksaan foto dada
dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio >
50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal,
bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran cairan pada
fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan
lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang
menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura
bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian
kanan.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi
: Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula
darah.
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi Non-Farmakologis
Anjuran
umum
1)
Edukasi : terangkan hubungan keluhan,
gejala dengan pengobatan
2)
Aktivitas sosial dan pekerjaan
diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa
3)
sesuai kemampuan fisik
4)
Gagal jantung berat harus menghindari
penerbangan panjang
Tindakan umum
1)
Diet rendah garam
2)
Hentikan rokok
3)
Aktivitas fisik
4)
Istirahat baring pada gagal jantung
akut, berat, dan eksaserbasi akut
b. Terapi Farmakologis
1)
Glikosida jantung
Digitalis,
meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
vena dan volume darah, dan peningkatan diurisi dan mengurangi edema.
Ex:
Digoxin, Penghambat Fosfodiesterase
2)
Diuretik
Dasar
untuk terapi simptomatik. Dosisnya harus cukup besar untuk menghilangkan edema
paru dan/atau perifer. Efek samping utama adalah hipokalemia ( berikan suplemen
K+ atau diuretik hemat kalium seperti amilorid)
Ex:
Spironolakton, suatu diuretik hemat kalium (antagonis aldosteron), memperbaiki
prognosis pada CHF berat.
3)
Inhibitor ACE
Menghambat
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, memotong respon neuroendokrin
maladaptif, menimbulkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Obat ini
dapat memicu gagal ginjal pada stenosis arteri renalis bilateral.
Efek
samping lain : batuk kering persisten
4)
Antagonis Reseptor Angiotensin II
Ex
: Losartan, menghambat angiotensin II dengan antagonisme langsung terhadap
reseptornya. Efek dan manfaatnya sama seperti inhibitor ACE.
5)
β-Bloker
Ex:
Bisoprolol, Metoprolol, Karvedilol
β-Bloker
diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis sangat rendah, dinaikkan
bertahap. Menurunkan kegagalan pompa serta kematian mendadak akibat aritmia.
6)
Terapi Umum
Obati
penyebab yang mendasari dan aritmia bila ada. Kurangi asupan garam dan air,
pantau terapi dengan mengukur berat badan setiap hari. Obati faktor resiko
hipertensi dan PJK dengan tepat.
B. PROSES KEPERAWATAN
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibatkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan
sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlanjut . Gagal jantung kongestif selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan
mortalitas.
1.
Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
· Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada
istirahat atau pada pengerahan tenaga.
· Tanda: Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
b. Sirkulasi
·
Gejala:
Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah
jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki,
abdomen.
·
Tanda
: TD mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan nadi mungkin sempit, irama jantung (disritmia), frekuensi jantung (takikardia),
nadi apical mungkin menyebar dan
merubah posisi secara inferior ke kiri, bunyi jantung S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah, Murmur
sistolik dan diastolic, warna (kebiruan, pucat abu-abu, sianotik),
punggung kaku pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat,
hepar ; pembesaran/dapat teraba,
bunyi napas (krekels, ronkhi), edema (mungkin dependen, umum atau pitting
khususnya pada ekstremitas).
c. Integritas ego
· Gejala: Ansietas, kuatir dan takut.Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya
perawatan medis).
· Tanda: berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
d. Eliminasi
· Gejala: Penurunan
berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
e. Makanan/cairan
· Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan
berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu
terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
· Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
f. Higiene
·
Gejala:
Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
·
Tanda:
Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
·
Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.
·
Tanda:
Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan
·
Gejala:
Nyeri
dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
·
Tanda:
Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
i. Pernapasan
·
Gejala:
Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
·
Tanda:
Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot
asesori pernapasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk
terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
Sputum:Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.
Fungsi mental: Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit: Pucat dan sianosis.
j. Keamanan
·
Gejala
: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus
otot, kulit lecet.
k. Interaksi sosial
·
Gejala
: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
l. Pembelajaran/pengajaran
·
Gejala:
menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat
saluran kalsium.
·
Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
2.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses
keperawatan yang mana didukung oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan CHF yaitu :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia
jaringan jantung
b. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali, splenomigali
c. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
d. Resiko
tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan menbran
kapiler-alveolus.
e. Resiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
f. Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung
Tujuan:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan
adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya
penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Intervensi:
1)
Monitor
dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2)
Monitor
tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3)
Anjurkan
pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4)
Ciptakan
suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
5)
Ajarkan
dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6)
Kolaborasi
dalam:
- Pemberian oksigen.
- Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
- Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan
b. Pola nafas tidak efektif yang
berhubungan dengan penurunan volume paru,
hepatomegali, splenomigali
Tujuan : Pola
nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR Normal , tak ada bunyii nafas
tambahan dan penggunaan otot Bantu
pernafasan. GDA Normal.
Intervensi :
1)
Monitor
kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
2)
Catat
upaya pernafasan termasuk penggunaan
otot Bantu nafas
3)
Auskultasi
bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
4)
Tinggikan
kepala dan Bantu untuk mencapi posisi yang senyaman
mungkin.
5)
Kolaborasi
pemberian Oksigen
c.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan :
menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air.
Ditandai dengan :
1) Ortopnea, bunyi jantung S3
2) Oliguria, edema.
3) Peningkatan berat badan, hipertensi
4) Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Hasil yang diharapkan/criteria
evaluasi, klien akan :
1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam
rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.
2) Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan
individual.
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat
dimana diuresis terjadi.
Rasional :
Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran
urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
selama 24 jam
Rasional
: Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semi
fowler selama fase akut.
Rasional : Posisi
tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional :
Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
5) Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual,
distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti
visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
6) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
7) Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu
memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.
d.
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan: hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada
jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernapasan.
2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas
kemampuan/situasi.
Intervensi :
1) Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional :
menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional :
membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3) Dorong perubahan posisi.
Rasional :
Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4) Kolaborasi dalam
a.
Pantau/gambarkan
seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat
terjadi berat selama edema paru.
b.
Berikan
obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
e.
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan:
1)
Mempertahankan
integritas kulit
2)
Mendemonstrasikan
perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1) Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area
sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit
beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan
status nutrisi.
2) Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional :
meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
3) Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan
rentang gerak pasif/aktif.
Rasional :
Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
4) Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan
kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu
kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
5) Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema
interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
f.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai
kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang
hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
Ditandai dengan :
1)
Pertanyaan
masalah/kesalahan persepsi
2)
Terulangnya
episode GJK yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/criteria
evaluasi, klien akan :
1)
Mengidentifikasi
hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
2)
Mengidentifikasi
stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
3)
Melakukan
perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi:
1)
Diskusikan
fungsi jantung normal
Rasional :
Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program
pengobatan.
2)
Kuatkan
rasional pengobatan.
Rasional : Klien
percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan
bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi
gejala.
3)
Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional :
Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.
4)
Rujuk
pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat
menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan
dirumah.
4.
Evaluasi Keperawatan
Sedangkan
evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan CHF yaitu
a.
Nyeri menjadi berkurang
b.
Pola nafas menjadi teratur
c.
Tidak terjadi gangguan keseimbangan
cairan
d.
Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
e.
Tidak
terjadi kerusakan integritas kulit
f.
Memahami tentang kondisi dan program
pengobatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar